Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Dedi Mulyadi Tanggapi Kontroversi Nama RS: Kenapa Dulu Diam Saat Dipakai untuk Korupsi?

Dedi Mulyadi Tanggapi Kontroversi Nama RS

BANDUNG – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menanggapi kritik yang muncul setelah perubahan nama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Al-Ihsan menjadi RSUD Welas Asih. Ia menegaskan bahwa pergantian nama ini bukan karena sikap anti-Islam, tapi bagian dari penataan ulang rumah sakit yang sekarang sepenuhnya milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

"Assalamualaikum warga Jabar, sehat, bahagia. Saya senang hari ini banyak orang, baik pengamat, aktivis, influencer, atau buzzer—yang kebanyakan tinggal di Jakarta—memberi kritik atas kebijakan kami," ujar Dedi dalam sebuah video yang diunggah di media sosial, dikonfirmasi oleh Kompas.com pada Jumat (4/7/2025).

Menurut Dedi, perhatian itu menunjukkan kepedulian terhadap Jawa Barat, bahkan mungkin keinginan untuk jadi bagian dari masyarakatnya. Namun ia menyayangkan adanya anggapan bahwa dirinya anti-Islam hanya karena mengubah nama rumah sakit.

"Yang banyak dipersoalkan adalah perubahan nama dari RS Al-Ihsan menjadi RS Welas Asih. Padahal, ‘Al-Ihsan’ artinya kebaikan, dan ‘Welas Asih’ dalam bahasa Arab artinya ‘ar-Rahman ar-Rahim’. Dua-duanya punya makna yang indah dan spiritual," jelas Dedi.

Sejarah RS Al-Ihsan

RS Al-Ihsan awalnya didirikan oleh Yayasan Al-Ihsan pada 15 Januari 1993, oleh enam tokoh Islam dan masyarakat Jawa Barat. Peletakan batu pertama dilakukan 11 Maret 1993, bertepatan dengan Nuzulul Qur’an (17 Ramadhan), dan mulai beroperasi pada 12 November 1995.

Namun, pada 2004, kepemilikannya beralih ke Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Ini terjadi setelah pendirinya, Ukman Sutaryan, divonis bersalah dalam kasus korupsi. Mahkamah Agung memutuskan bahwa seluruh aset RS Al-Ihsan disita untuk negara, dalam hal ini Pemprov Jabar. Putusan itu kemudian diperkuat dengan Keputusan Gubernur Jawa Barat pada 10 Maret 2005.

Sejak 19 November 2008, status rumah sakit ini menjadi RSUD Al-Ihsan, dan pada 10 Juli 2009 ditetapkan sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

Kritik Dedi soal Reaksi Publik

Dedi juga menyoroti ketidakkonsistenan sebagian pihak. Ia heran, saat dulu nama "Al-Ihsan" terlibat dalam kasus korupsi, banyak yang justru diam.

"Pertanyaan saya, kenapa waktu nama Al-Ihsan—yang sangat sakral itu—digunakan dalam kasus korupsi, para aktivis atau orang-orang yang katanya mencintai agama itu malah diam?" ucapnya.

Menurut Dedi, yang paling penting bukan sekadar nama, tapi bagaimana kualitas pelayanan kesehatan diberikan. "Kalau nama rumah sakitnya indah dan sakral, pelayanannya juga harus mencerminkan hal itu—harus baik dan spiritual juga," tegasnya.

Dedi berharap masyarakat bisa melihat persoalan ini secara menyeluruh, bukan hanya dari nama atau simbol, tapi juga dari sisi sejarah, hukum, dan kualitas layanan kepada publik.

Posting Komentar

0 Komentar