Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Parpol Respon Putusan MK Soal Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah

Parpol Respon Putusan MK Soal Pemilu

Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pemilu nasional (Pilpres, DPR, dan DPD) dipisah pelaksanaannya dari pemilu daerah (Pilkada dan DPRD). Putusan ini membuat partai politik (parpol) di parlemen angkat bicara.

Awal Gugatan

Putusan MK ini berasal dari gugatan Perludem (Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi) terhadap beberapa pasal dalam UU Pemilu dan UU Pilkada. Perludem ingin agar pemilu nasional dan pemilu daerah tidak dilaksanakan serentak, melainkan diberi jarak 2 tahun.

Gugatan ini terdaftar dengan Nomor Perkara 135/PUU-XXII/2024. MK mengabulkan permintaan itu, dan menyatakan pemilu daerah harus digelar paling singkat 2 tahun dan paling lama 2 tahun 6 bulan setelah pemilu nasional.


Respons Partai Politik

Partai Demokrat: Masa Jabatan DPRD Bisa Diperpanjang

Sekjen Partai Demokrat Herman Khaeron menyoroti kemungkinan perpanjangan masa jabatan DPRD akibat putusan ini.

"Putusan MK memang final dan mengikat. Kami harus menyesuaikan strategi partai ke depan," ujarnya.

"Tapi ini bisa berdampak pada kepengurusan partai yang biasanya 5 tahun sekali. Kami juga sedang mengkaji kemungkinan revisi UU Pemilu dan dampaknya terhadap pembiayaan dan strategi sosialisasi caleg."


Partai Golkar: Putusan MK Sering Berubah

Waketum Golkar Adies Kadir mengkritik perubahan putusan MK yang dinilai inkonsisten.

"Putusan MK itu katanya final dan mengikat, tapi kok bisa berubah-ubah?" katanya.

"Dulu MK menawarkan beberapa model pemilu dalam Putusan Nomor 55/PUU-XVII/2019. Sekarang malah menetapkan model sendiri dalam putusan baru. Apa kalau ganti hakim MK, putusannya juga ikut berubah?"


PKB: MK Jangan Buat Norma Baru

Waketum PKB Cucun Ahmad Syamsurijal menilai MK telah melampaui kewenangan.

"MK seharusnya jaga konstitusi. Kalau pemilu ditetapkan 5 tahun, ya harus konsisten," ujarnya.

Ia juga menyebut perpanjangan masa jabatan kepala daerah sebelumnya telah menyebabkan gangguan sistem pemerintahan. PKB menunggu hasil koordinasi antarpartai untuk menentukan sikap.


PDIP: Kaget dan Usul Pemisahan Eksekutif-Legislatif

Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari PDIP, Aria Bima, mengaku terkejut atas putusan MK.

"Kami ingin mendorong pemisahan antara pemilu eksekutif (pilpres, pilkada) dan legislatif (DPR, DPD, DPRD)," jelasnya.

"Model pemilu sekarang menimbulkan kekosongan atau perpanjangan masa jabatan DPRD. Jika memang bisa dinegosiasikan, lebih baik dipisahkan secara horizontal: eksekutif dan legislatif jalan sendiri-sendiri."


NasDem: MK Jangan Jadi Pembuat Aturan Baru

Ketua Komisi II DPR dari NasDem, Rifqinizamy Karsayuda, menyatakan MK telah melampaui fungsinya sebagai negative legislature (yang seharusnya hanya membatalkan aturan).

"Sekarang MK malah bikin norma sendiri. Seharusnya yang menyusun aturan adalah DPR dan pemerintah," katanya.

"Jika seperti ini terus, revisi UU Pemilu bisa dibatalkan MK dan diganti norma baru lagi. Ini bisa ganggu harmoni antar-lembaga negara."


Parpol Akan Kumpul Bahas Sikap Bersama

Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan semua parpol akan berkumpul untuk membahas dampak putusan MK tersebut.

"Ini bukan hanya urusan PDIP. Semua parpol harus mencermati dampak keputusan ini. DPR akan menyuarakan sikap resmi setelah mendengar masukan dari fraksi-fraksi dan pemerintah," ujarnya.

Saat ini, belum ada keputusan soal pembentukan pansus, karena DPR masih menunggu masukan dari berbagai pihak.


Putusan MK soal pemisahan pemilu nasional dan daerah menuai pro dan kontra dari partai politik. Mayoritas partai menyayangkan MK yang dinilai membuat aturan baru dan tidak konsisten dengan putusan sebelumnya. Mereka sepakat perlu ada diskusi mendalam agar pelaksanaan pemilu tetap efisien, adil, dan tidak menimbulkan kekosongan kekuasaan di daerah.

Sumber : https://news.detik.com/berita/d-7991587/keluh-kesah-parpol-usai-mk-putuskan-pemilu-dipisah

Posting Komentar

0 Komentar